“Dari Hardys ke Sawah Pegadungan”
Sawah itu tak pernah berbohong. Ia akan memberi sesuai dengan seberapa cinta manusia merawatnya. Di Buleleng, ada satu nama yang tak lelah menaruh cintanya pada tanah. Mohammad Hanan, S.P., penyuluh pertanian yang memilih jalan sunyi, jauh dari sorot kamera, namun dekat di hati petani.

“Dari Hardys ke Sawah Pegadungan”
Sawah itu tak pernah berbohong. Ia akan memberi sesuai dengan seberapa cinta manusia merawatnya. Di Buleleng, ada satu nama yang tak lelah menaruh cintanya pada tanah. Mohammad Hanan, S.P., penyuluh pertanian yang memilih jalan sunyi, jauh dari sorot kamera, namun dekat di hati petani.
Di balik hamparan sawah hijau di utara Bali, ada sosok yang langkahnya jarang terdengar, namun keringatnya meresap bersama tanah. Dialah Mohammad Hanan, S.P., pria kelahiran Singaraja 42 tahun silam, yang memilih mengabdikan hidupnya untuk satu hal sederhana tapi bermakna memastikan petani tidak pernah berjalan sendiri.
“Dulu, setelah lulus kuliah di Universitas Mataram tahun 2007, saya sempat kerja di Hardys,” ujar Hanan. Ia lalu berhenti sejenak. Senyum tipis tersungging. “Tapi hati saya selalu gelisah. Rasanya ada yang kurang.”
Hanan seperti sedang bercermin ke masa lalu. Matanya sayu, tapi suaranya mantap. “Saya sadar, hidup saya seharusnya ada di sawah. Bersama petani. Di sana saya lebih merasa lengkap.” Kata-kata itu ia ucapkan dengan nada pelan. Seolah bukan ingin meyakinkan orang lain. Tapi lebih untuk meneguhkan dirinya sendiri.
Panggilan jiwa itu akhirnya terjawab pada tahun 2009, ketika ia diterima sebagai THL-TBPP angkatan 3. Penempatan pertamanya adalah di Wilbin Pejarakan, BPP Gerokgak. Setahun kemudian, ia dipindahkan ke Desa Tukadsumaga dan bertugas di sana hingga lebih dari satu dekade.
“Di Tukadsumaga, saya belajar banyak. Petani mengajarkan saya arti kesabaran dan keuletan. Saya yang membimbing, tapi sebenarnya sayalah yang banyak belajar dari mereka,” ujarnya lirih.
Kariernya kemudian terus menanjak. Jadi Koordinator BPP Buleleng (2022–2024), sempat singkat di BPP Kubutambahan, hingga kini sejak Januari 2025 ia bertugas di BPP Sukasada dengan wilayah binaan Desa Pegayaman dan Desa Pegadungan.
Menyatu dengan Subak, Hidup dengan Petani
Di Desa Pegadungan, sawah seluas 102 hektare terbentang, dengan sistem padi–padi–bera. Hanan mengenal setiap sudut subak, dan lebih dari itu, mengenal setiap wajah petaninya.
Ada Nyoman Payu di Subak Babakan Pegadungan (24 ha), Made Kaya di Subak Lanyahan Pegadungan (20 ha), Gusti Putu Mawan di Subak Babakan Katiasa (20 ha), hingga Wayan Muliada yang menjaga Subak Babakan Sanda (4 ha). Semua nama itu baginya bukan sekadar catatan administrasi, melainkan mitra seperjuangan.
Bagi saya, subak itu bukan sekadar organisasi, tapi keluarga besar. “Kalau ada hama datang, saya ikut resah,” kata Hanan. Suaranya merendah, matanya menunduk.
“Penggerek batang, tikus, keong mas… semuanya bikin pusing. Karena kalau sawah mereka gagal, rasanya sama saja seperti saya sendiri yang gagal.”
Ia menyebut kata gagal dengan penekanan. Lalu tersenyum kecil, seakan menepis bayangan buruk itu. “Tapi petani kita hebat lho... Mereka tidak gampang menyerah. Saya hanya menemani,” pujinya.
Varietas Inpari 32 menjadi andalan mereka, dengan hasil ubinan 6.045 kg. Hanan tidak suka bicara soal angka. “Angka bisa naik turun,” ujarnya sambil menggeleng pelan. Tangannya terangkat sebentar, lalu jatuh lagi di pahanya.
“Yang penting semangat petani jangan padam. Itu tugas saya. Menjaga semangat itu tetap hidup.” Hanan hadir, bukan sebagai penyuluh yang memberi instruksi dari jauh, melainkan sebagai sahabat yang turun langsung ke sawah, mencari solusi bersama.
Kemudian ia terdiam sebentar. Senyum tipis kembali muncul. “Kalau panen berhasil, kalau petani bisa tersenyum… itu lebih berharga daripada semua angka di laporan.”
Sosok Sederhana, Penuh Pengabdian
Bagi masyarakat, Hanan adalah pribadi yang rendah hati. Ia tidak pernah ingin menonjolkan diri. Hanan dikenal sederhana, jauh dari sorot publik. Baginya, menjadi penyuluh bukanlah profesi untuk popularitas, melainkan pengabdian.
“Saya bukan siapa-siapa. Kalau pun ada yang bisa dibanggakan, itu hanya satu petani kita tetap bisa menanam, panen, dan bertahan. Saya hanya menemani,” ujarnya merendah.
Cerita Mohammad Hanan adalah cerita tentang kesetiaan pada tanah, pada padi, pada petani, dan pada negeri. Di tengah arus zaman yang kian sibuk, ia memilih jalannya sendiri jalur sunyi seorang penyuluh pertanian yang tak pernah kehilangan makna.
What's Your Reaction?






