“Angka pH dan Sejumput Kunyit, Penentu Nasib Sawah”

Mengukur pH tanah secara rutin ternyata sangat penting. Angka ini menentukan seberapa mudah akar menyerap makanan nitrogen, fosfor, kalium. Kalau pH salah, unsur hara itu terjebak di tanah, tidak bisa masuk ke tanaman. Mikroorganisme tanah juga ikut terganggu. Padahal mereka bekerja diam-diam, mendekomposisi bahan organik, menjaga siklus nutrisi. Salah pH, mikroba mati. Tanah lemah. Padi pun lesu.

Sep 3, 2025 - 06:05
 0  19
“Angka pH dan Sejumput Kunyit, Penentu Nasib Sawah”

“Angka pH dan Sejumput Kunyit, Penentu Nasib Sawah”

Di sawah, sering kita lihat padi tumbuh tidak semestinya. Batang kurang gagah, anakan sedikit, daun menguning. Penyebabnya? Bisa jadi pH tanah.

Mengukur pH tanah secara rutin ternyata sangat penting. Angka ini menentukan seberapa mudah akar menyerap makanan nitrogen, fosfor, kalium. Kalau pH salah, unsur hara itu terjebak di tanah, tidak bisa masuk ke tanaman. Mikroorganisme tanah juga ikut terganggu. Padahal mereka bekerja diam-diam, mendekomposisi bahan organik, menjaga siklus nutrisi. Salah pH, mikroba mati. Tanah lemah. Padi pun lesu.

Setiap tanaman punya selera pH sendiri. Dengan mengetahui pH tanah, petani bisa memilih tanaman yang cocok dan menyesuaikan pupuk: jenisnya apa, dosisnya berapa. Kalau salah, pupuk terbuang, panen kecil, kualitas menurun.

Rutin mengecek pH tanah seperti memberi fondasi yang kuat sebelum rumah dibangun. Tanah sehat = tanaman sehat. Panen pun maksimal. Jadi, sebelum menanam, jangan lupa ukur pH tanah dulu. Tanpa itu, semua usaha bisa sia-sia.

Menurut Ni Nyoman Trisna Kencana Dewi, SP, penyuluh pertanian di BPP Pupuan, Tabanan, pH tanah sangat menentukan kesehatan tanaman. Kalau terlalu rendah (asam) atau terlalu tinggi (basa), akar kesulitan menyerap unsur hara yang dibutuhkan tanaman. “Kondisi ideal ada di titik netral,” ujarnya.

Di titik netral itulah tanaman lebih mudah menyerap nutrisi yang ada di tanah, sehingga pertumbuhan lebih optimal. Karena itu, Trisna menekankan, sebelum menanam, petani sebaiknya mengukur pH tanah lebih dulu. “Jangan menunggu tanaman tumbuh tidak subur baru mencari penyebabnya. Langkah awal harus dari tanahnya,” tambahnya.

Di Desa Belimbing, Pupuan, Tabanan, ada sawah yang dulu seperti malu-malu. Kalau diinjak, keluar gelembung. Kedalamannya bisa sampai paha orang dewasa.

“Dulu seperti itu, tanahnya berat dan kurang bersahabat,” kata I Ketut Seriada, pekaseh Subak Teben Telabah. Subaknya punya dua tempek, Telabah Tua dan Telabah Anyar, dengan 150 anggota. Kemarin, pH tanah dicek. Hasilnya 4–5. Terlalu asam.

“Setelah dikapur, sawah ini seperti mendapatkan napas baru,” lanjut Seriada. “Anakan bertambah, batang lebih gagah, pertumbuhan padi membaik. Rasanya lega melihat hasilnya.”

Proses pengapuran memang sederhana, tapi efeknya besar. Dolomit diberikan saat pengolahan lahan, sebelum benih ditanam. Dengan begitu, pH tanah mulai stabil saat padi mulai tumbuh. Tanah yang dulu mudah longsor kini lebih padat, akar padi bisa menyerap nutrisi dengan baik, mikroorganisme tanah kembali aktif bekerja.

Bagi petani di Pupuan, perubahan ini nyata. Dari tanah yang kerdil dan mudah longsor, lahirlah padi yang gagah, anakan banyak, hasil panen meningkat. Semua bermula dari perhatian sederhana mengukur pH tanah dan menyeimbangkannya.

I Made Dharmika, SP, penyuluh pertanian sekaligus kerabat Ni Nyoman Trisna Kencana Dewi, punya pesan yang sederhana tapi penting: jangan menunggu tanaman sakit untuk bertindak.

“Cek dulu tanahnya,” ujarnya sambil menunjukkan akar padi yang sehat. “Kalau akarnya merah dan kuat, itu pertanda pH tanah seimbang. Kalau daun menguning, jangan langsung menyalahkan hama atau penyakit. Banyak kasus gejala seperti blast atau hawar daun sebenarnya berasal dari masalah tanah, bukan organisme pengganggu.”

Dharmika menambahkan, diagnosis yang tepat selalu dimulai dari tanah. Dengan mengetahui kondisi tanah, petani bisa menentukan pupuk yang sesuai, dosisnya berapa, dan tanaman pun bisa tumbuh optimal. Kesalahan pemupukan pada tanah yang tidak tepat tidak hanya memboroskan pupuk, tapi juga menurunkan kualitas panen.

Sebagai kerabat Trisna, Dharmika sering berdiskusi tentang pentingnya menjaga pH tanah, terutama di sawah yang memiliki tanah asam atau mudah longsor. “Perhatian pada tanah itu langkah awal untuk panen yang sukses. Tanah sehat, tanaman subur, petani pun senang,” tuturnya sambil tersenyum.

Secara umum, untuk menaikkan satu tingkat pH, dibutuhkan sekitar 2 ton dolomit per hektar. Misalnya, tanah pH 6 ingin naik menjadi 7, cukup 2 ton. Tapi jika tanah sangat asam, pH 4, butuh 6 ton agar netral. Pengapuran ini sebaiknya dilakukan saat pengolahan lahan, sebelum benih atau bibit ditanam. Dengan begitu, pH tanah sudah stabil saat tanaman mulai tumbuh.

Selain menggunakan alat pH meter, petani juga bisa mengetahui kondisi tanah dengan metode tradisional. Salah satunya menggunakan rimpang kunyit sebagai indikator alami. Caranya sederhana: ambil sampel tanah dari lima titik berbeda, campurkan dengan sedikit air, lalu masukkan sepotong kunyit ke dalam adonan tanah tersebut. Setelah 30 menit, bandingkan warna kunyit dengan potongan kunyit yang tidak direndam.

  • Jika warna kunyit memudar → tanah bersifat asam.
  • Jika warna tidak berubah → tanah netral.
  • Jika berubah kebiruan → tanah bersifat basa.

“Cara ini warisan leluhur kita. Mudah, murah, dan tetap efektif,” tutur Trisna sembari melepar senyum manisnya.

Dengan langkah sederhana ini, petani diharapkan lebih sadar akan pentingnya pH tanah. Sebab, tanaman yang tumbuh sehat berawal dari tanah yang seimbang.

Kontributor DPD Perhiptani Kabupaten Tabanan

 

What's Your Reaction?

Like Like 2
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0