Pedasnya Cabai Biang Kerok Inflasi
Pedasnya cabai bukan hanya menggetarkan lidah, tapi juga mengguncang angka inflasi. Setiap kali harganya melambung, pasar rakyat ikut riuh, dapur rumah tangga jadi panas, dan statistik ekonomi pun bergerak naik. Tak heran jika si merah kecil ini kerap dijuluki biang kerok inflasi, penentu naik-turunnya denyut kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Pedasnya Cabai Biang Kerok Inflasi
Pedasnya cabai bukan hanya menggetarkan lidah, tapi juga mengguncang angka inflasi. Setiap kali harganya melambung, pasar rakyat ikut riuh, dapur rumah tangga jadi panas, dan statistik ekonomi pun bergerak naik. Tak heran jika si merah kecil ini kerap dijuluki biang kerok inflasi, penentu naik-turunnya denyut kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Upaya menjinakkan si pedas terus dilakukan Dinas Pertanian Kota Denpasar. Melalui Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH), Bidang Sarana dan Prasarana Pertanian (PSP), serta Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), pendampingan intensif diberikan kepada petani. Targetnya jelas, produktivitas meningkat, harga cabai terkendali, dan inflasi bisa ditekan dari kebun sendiri.
Tahun ini, program demplot cabai merah besar seluas 20 are dan cabai rawit 2,5 hektare digelar di empat kecamatan. Dari kegiatan percontohan inilah, petani diajak memahami budidaya cabai yang lebih terukur mulai dari pemilihan bibit, perawatan, hingga teknik panen.
Plt. Kabid TPH, I Gusti Ayu Ngurah Anggreni Suwari, SP, M.Si., menegaskan, demplot dan SL merupakan strategi menjaga pasokan cabai tetap stabil. Cabai adalah komoditas strategis yang sering memberi andil pada inflasi. “Dengan percontohan budidaya dan pendampingan intensif, kami ingin memastikan teknik yang diterapkan lebih produktif dan efisien. Harapannya, produksi meningkat, harga terkendali, dan inflasi bisa ditekan,” jelasnya.
Penyusun teknis usaha budidaya, Putu Ari Firmasari, S.Pt., menambahkan, kegiatan ini melibatkan dua petani berpengalaman yang sukses mengembangkan cabai. Menurutnya, praktik terbaik dari mereka akan langsung dibagikan kepada peserta. “Melalui sekolah lapang, kami ingin mendiseminasikan teknik budidaya cabai sepanjang musim. Tujuannya agar petani Denpasar mampu menjaga keberlanjutan produksi sekaligus siap menghadapi fluktuasi harga,” jelasnya.
Senyum optimistis petani pun merekah di hamparan hijau Subak Anggabaya, Denpasar Timur. Meski baru memasuki petikan ketiga, cabai rawit varietas Ori yang ditanam di lahan lima are sudah memberi harapan panen lebih baik. Dengan populasi 1.000 tanaman, ubinan swadaya mencatat produktivitas sementara 0,005 kilogram per tanaman.
“Kalau sampai akhir panen bisa mencapai 0,3 kilogram per tanaman, tentu sangat menggembirakan,” ujar seorang petani sambil menimbang hasil cabai segar. Apalagi harga cabai di tingkat petani kini berada di kisaran Rp25.000–30.000 per kilogram.
Sekolah lapang menjadi ruang belajar kolektif. Di empat kecamatan, program ini berjalan di lahan 40 are bekerja sama dengan KTNA dengan lima kali pertemuan. Sementara itu, di Subak Taman, 20 petani mengikuti sekolah lapang intensif seluas lima are, berlangsung hingga 12 kali pertemuan.
Bagi I Wayan Suparta setelah mengikuti SL di Subak Anggabaya, pengalaman ini terasa berbeda. “Biasanya kami belajar sendiri dari pengalaman. Sekarang ada bimbingan langsung, jadi lebih percaya diri,” katanya sambil menunjuk barisan cabai muda yang mulai tumbuh.
Hal senada juga dirasakan I Made Wirata, Petani Subak Taman, sangat merasakan manfaat adanya demplot dan sekolah lapang. Melalui program ini, kami bisa belajar langsung cara budidaya cabai yang lebih baik, mulai dari pemilihan bibit, teknik perawatan, sampai cara mengatasi hama dan penyakit. Dengan adanya pendampingan penyuluh dan berbagi pengalaman antarpetani, kami jadi lebih yakin bahwa hasil panen ke depan bisa lebih produktif. “Harapan saya, produksi cabai dari Subak Taman dapat ikut membantu menjaga ketersediaan pasokan di Denpasar, sehingga harga tetap stabil dan inflasi bisa terkendali,” ujarnya.
Kontributor DPD Perhiptani Kota Denpasar
What's Your Reaction?






