PETANI KOPI BULELENG DIDORONG NAIK KELAS
Suasana di BPP Busungbiu bergelora. Petani berani bersuara, penyuluh menegaskan perannya, sementara pemerintah dan mitra usaha membuka ruang kolaborasi. Semua menyatu dalam tekad, menjadikan kopi Buleleng bukan hanya harum di cangkir, tapi juga menyejahterakan dapur petani. Simak selengkapnya di Website Perhiptani Bali

PETANI KOPI BULELENG DIDORONG NAIK KELAS
Tak Lagi Hanya Jual Biji Mentah, Hilirisasi Jadi Kunci Sejahtera
Ruang Pertemuan BPP Busungbiu berubah riuh, Kamis (18/9). Petani kopi berkumpul, berdiskusi serius tentang masa depan komoditas andalan mereka. Indonesia memang masih menjadi raksasa kopi dunia dengan 1,24 juta hektare kebun dan produksi 780 ribu ton per tahun. Namun, di Bali, potensi besar itu kerap kandas di persoalan lama. Kopi hanya berhenti sebagai gelondong basah atau biji kering dengan harga pas-pasan.
Inilah jawabannya. Temu Usaha Pertanian Komoditas Kopi Robusta–Arabika 2025 hadir sebagai panggung perubahan. Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng menggandeng PD Swatantra, BPD Bali, hingga kelompok tani dengan misi jelas. Mengangkat derajat petani lewat hilirisasi, kepastian pasar, dan akses modal.
Suasana di BPP Busungbiu pun bergelora. Petani berani bersuara, penyuluh menegaskan perannya, sementara pemerintah dan mitra usaha membuka ruang kolaborasi. Semua menyatu dalam tekad, menjadikan kopi Buleleng bukan hanya harum di cangkir, tapi juga menyejahterakan dapur petani.
Acara dibuka resmi oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng yang diwakili Kepala Bidang Perkebunan, Made Agus Adnyana, SP., M.Si. Dalam sambutannya, ia menegaskan, “Hilirisasi adalah jalan penting agar petani kopi Buleleng tidak lagi terjebak sebagai penjual bahan mentah dengan nilai tambah rendah.”
“Potensi kopi Buleleng sangat besar. Namun tanpa hilirisasi, nilai ekonomi yang seharusnya dinikmati petani justru hilang di tangan pihak lain. Melalui temu usaha ini, kita ingin memastikan petani mendapat kepastian harga, pasar, dan akses modal,” tegas Agus Adnyana.
Turut hadir memperkuat forum ini, Koordinator BPP Kecamatan Busungbiu bersama seluruh petugas pertanian (PPL dan POPT), Direktur PD Swatantra, perwakilan BPD Bali Wilayah Singaraja, perwakilan PT Agromedia Tani, hingga para Kelian/Ketua Subak Abian dan kelompok tani kopi dari Sawan, Sukasada, Kubutambahan, dan Busungbiu.
Hilirisasi Jadi Fokus
Pertemuan ini mempertemukan petani dengan PD Swatantra, perbankan, hingga mitra pemasaran. Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Buleleng, Koordinator BPP Busungbiu bersama jajaran PPL dan POPT hadir, bersama Direktur PD Swatantra, perwakilan BPD Bali Cabang Singaraja, PT Agromedia Tani, hingga para ketua Subak Abian dari Sawan, Sukasada, Kubutambahan, dan Busungbiu.
Direktur PD Swatantra menegaskan, pihaknya siap memfasilitasi hilirisasi dengan standar mutu dan harga yang jelas. “Dengan kepastian pasar, kami berharap petani tidak lagi hanya menjual bahan mentah, tetapi bisa menikmati nilai tambah dari hasil panen mereka,” ujarnya.
Suara Petani
Dalam sesi diskusi, Nyoman Toya, Kelian Subak Abian Gunung Sari, Desa Sepang Kelod, mengajukan pertanyaan yang cukup menggelitik. Ia menyinggung kondisi di lapangan, di mana banyak pohon kopi milik petani sudah berusia tua dan tidak lagi produktif.
“Apakah ada program bantuan untuk peremajaan kopi kembali? Karena di kebun kami, banyak pohon sudah tidak bisa menghasilkan dengan maksimal,” tanya Nyoman di hadapan forum.
Pertanyaan itu langsung ditanggapi oleh Kepala Bidang Perkebunan, Made Agus Adnyana, SP., M.Si. Ia mengakui bahwa peremajaan tanaman kopi memang menjadi isu penting dalam menjaga kesinambungan produksi.
“Kami memahami kondisi tersebut. Saat ini Dinas Pertanian terus berupaya mengusulkan program peremajaan ke pemerintah provinsi maupun pusat. Petani yang masuk kelompok tani aktif akan menjadi prioritas dalam mendapatkan bantuan bibit unggul dan pendampingan teknis,” jelasnya.
Agus Adnyana menambahkan, selain program bantuan, pihaknya juga mendorong petani untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan melalui KUR. “Dengan skema pembiayaan ringan, petani bisa melakukan peremajaan lebih cepat, tanpa harus menunggu program turun,” tegasnya.
Diskusi semakin menarik ketika Pande Made Oka, Kelian Subak Abian Eka Manik Merta, Desa Sepang, mengangkat isu yang menyentuh langsung kekhawatiran petani. Ia menyoroti rencana kerja sama dengan PD Swatantra, khususnya mengenai kewajiban produksi yang harus dipenuhi petani.
“Kalau nanti sudah ada MoU dengan PD Swatantra, bagaimana jika petani tidak mampu memenuhi produksi sesuai kesepakatan? Apakah akan ada penalti bagi petani?” tanya Pande dengan nada serius.
Pertanyaan ini memancing perhatian peserta lain, sebab banyak petani masih ragu terkait kemampuan menjaga kontinuitas produksi. Faktor cuaca, serangan hama, hingga keterbatasan tenaga kerja kerap membuat hasil panen tidak stabil.
Menanggapi pertanyaan itu, perwakilan PD Swatantra langsung menegaskan bahwa kerja sama yang ditawarkan kepada petani tidak dimaksudkan untuk membebani.
“Tidak ada penalti bagi petani apabila dalam pelaksanaannya tidak mampu memenuhi target produksi sesuai kesepakatan awal. Yang jelas, kami ingin membangun kerja sama yang saling menguntungkan, bukan merugikan,” jelasnya.
Ia menambahkan, ke depan PD Swatantra akan menyusun SOP lengkap dan pola contract farming sebagai acuan bersama. Dengan adanya pedoman tertulis, petani akan lebih jelas memahami hak dan kewajibannya, sementara perusahaan mendapatkan kepastian kualitas dan pasokan.
Modal Jadi Kendala
Selain pasar, kendala lain yang mencuat adalah permodalan. Karena itu, BPD Bali hadir menawarkan akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus untuk petani kopi. Skema ini diharapkan bisa mendukung keberlanjutan budidaya, sehingga produktivitas meningkat seiring kesejahteraan petani.
I Wayan Sudira, petani kopi asal Busungbiu, mengaku optimistis. “Selama ini kami hanya bisa menjual biji kering dengan harga pas-pasan. Kalau ada kepastian harga dan pembeli tetap, tentu semangat kami makin besar untuk merawat kebun,” tuturnya sambil tersenyum.
Peran Penyuluh
Di balik geliat kopi Buleleng, ada peran penting para penyuluh pertanian lapangan (PPL) yang tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka menjadi jembatan antara kebijakan pemerintah, kebutuhan pasar, dan realitas di kebun petani.
Koordinator BPP Kecamatan Busungbiu, drh. I Gusti Lanang Made Suyasa menegaskan, pendampingan PPL bukan sekadar memberi arahan teknis, tetapi juga memastikan petani memahami standar mutu dan peluang hilirisasi. “Penyuluh hadir setiap hari di lapangan, mereka mendampingi petani dari hulu sampai hilir. Mulai dari cara budidaya yang baik, pengendalian hama, hingga bagaimana pascapanen menghasilkan biji berkualitas,” ujarnya.
Seperti dikatakan salah satu penyuluh, I Gede Jaya Mahendra, S.P., MP. “Tugas kami adalah memastikan petani tidak berjalan sendiri. Hilirisasi tidak akan berhasil tanpa pendampingan intensif, karena kualitas kopi harus dijaga sejak dari kebun hingga masuk pasar.”
Dengan adanya temu usaha ini, peran penyuluh semakin vital. Mereka bertindak sebagai penghubung antara petani dan off-taker, memastikan kualitas hasil panen sesuai standar yang diinginkan pasar. Selain itu, penyuluh juga menjadi fasilitator agar petani lebih mudah mengakses program pemerintah, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari perbankan.
Dengan semangat ini, penyuluh pertanian mendorong petani kopi Buleleng naik kelas dari sekadar penghasil biji mentah, menjadi pelaku usaha yang menikmati nilai tambah produk.
Kontributor DPD Perhiptani Kabupaten Buleleng
What's Your Reaction?






