“Racikan Petani Itu Kini Jadi Primadona, Penyuluhnya Makin Kompak”

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) BPP Banjar, Kabupaten Buleleng, menunjukkan kekompakan dalam mendampingi petani untuk memanfaatkan Jadam Sulfur, fungisida alami yang bisa dibuat dari bahan lokal. Jadam Sulfur buatan petani kini laris manis dan jadi primadona. Ini bukan sekadar transaksi, tapi tanda bahwa petani percaya pada produk lokal dan siap mandiri.

Sep 8, 2025 - 23:17
Sep 9, 2025 - 04:50
 0  30
“Racikan Petani Itu Kini Jadi Primadona, Penyuluhnya Makin Kompak”

“Racikan Petani Itu Kini Jadi Primadona, Penyuluhnya Makin Kompak”

Di Desa Banjar, Kabupaten Buleleng, Jadam Sulfur buatan petani kini laris manis dan jadi primadona. Tak perlu datang langsung ke BPP, pesanan cukup lewat WhatsApp. Satu pesan singkat, “Apa bisa titip pesanan Jadam di BPP besok?” langsung dicatat dan diproses.

Shinta Istihsan, S.P, PPL Wilbin Desa Banjar, tersenyum membaca deretan pesan itu. “Ini bukan sekadar transaksi, tapi tanda bahwa petani percaya pada produk lokal dan siap mandiri,” ujar Shinta ibu paruh baya berparas ayu.

Penyuluh Pertanian Lapangan BPP Banjar menyebut fenomena ini sebagai bukti bahwa produk lokal ramah lingkungan makin diminati. Selain mengurangi biaya produksi, inovasi ini juga membuat petani lebih mandiri dan kreatif.

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) BPP Banjar, Kabupaten Buleleng, menunjukkan kekompakan dalam mendampingi petani untuk memanfaatkan Jadam Sulfur, fungisida alami yang bisa dibuat dari bahan lokal. Pendampingan ini dilakukan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Gopala Nandini, Banjar Dinas Pegentengan, Desa Banjar.

Tak lama setelah ulasan tentang kegiatan ini tayang di laman perhiptanibali.com, sesuatu yang menyenangkan terjadi. Pesanan Jadam Sulfur mulai berdatangan dari krama subak dan petani sekitar. Harganya? Rp 30.000 per liter. Bukan sekadar angka. Fenomena ini menjadi bukti nyata solusi pertanian ramah lingkungan kini diminati. Petani mulai berpikir ulang soal ketergantungan pada produk kimia yang mahal. Dari sekadar eksperimen, kini Jadam Sulfur menjadi produk yang membanggakan, laris, dan memberi nilai tambah bagi petani.

Fenomena ini membuktikan sesuatu yang sederhana, ketika petani diberi pengetahuan dan kesempatan, mereka bisa menciptakan solusi sendiri, yang tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga menguntungkan secara ekonomi. Di Banjar, sawah bukan lagi tempat kerja semata, tapi juga laboratorium kreatifitas dan kemandirian.

Metode ini memang lahir di Korea. Dari seorang bernama Youngsang Cho. Filosofinya sederhana, kembalikan manusia ke alam. Jangan jauh-jauh dari bumi. Produk andalannya Jadam Sulfur. Manfaatnya banyak sekali. Ia bisa mengendalikan hama dan penyakit. Ia tidak menimbulkan resistensi. Ia bahkan menambah nutrisi.

“Kami membantu petani menerapkan teknologi tepat guna dan inovasi ramah lingkungan, agar hasil pertanian maksimal sekaligus berkelanjutan,” ujar Gede Wahyu salah satu penyuluh BPP Banjar saat mendampingi petani.

Lalu, bagaimana cara membuatnya?

Jangan bayangkan serumit membuat vaksin. Tidak. Petani hanya butuh bubuk belerang 1,25 kg, soda api 1 kg, garam krosok 125 gram, dan air 4,1 liter. Alatnya ember dan pengaduk. Ditambah kesabaran.

Tapi ada syarat. Harus pakai sarung tangan. Kacamata. Masker. Karena soda api bukan main-main.

Prosesnya mirip masak kuah. Semua bahan dicampur. Diaduk 15 menit. Tunggu suhunya turun. Lalu tambahkan air hujan. Tutup. Diamkan satu jam. Jadi.

Pemakaiannya pun sederhana. Dua mililiter dicampur satu liter air. Lalu disemprotkan pada tanaman. Pagi atau sore.

Hasilnya? Jamur mati. Bakteri pun minggat. Tanah tetap sehat. Bahkan lebih sehat. Karena belerang bukan hanya membasmi, tapi juga memberi makan untuk metabolisme nitrogen, enzim, hingga pertumbuhan akar.

Dengan cara sederhana ini, petani bisa menghasilkan fungisida organik yang murah, aman, dan efektif, sekaligus menjaga keberlanjutan pertanian di lahan mereka.

Dengan semakin meluasnya informasi dan pendampingan penyuluh BPP Banjar, harapan baru muncul bagi petani di Bali Utara. Jadam Sulfur tidak hanya menjadi solusi pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), tetapi juga simbol kemandirian petani menuju pertanian berkelanjutan yang murah, sehat, dan ramah lingkungan.

Kontributor Humas DPD Perhiptani Kabupaten Buleleng

What's Your Reaction?

Like Like 4
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0