I Wayan Kardana: “Dari Loper Koran Menjadi Penggerak Pertanian Bali”
Namanya, tak sepopuler tokoh pariwisata di Bali, tapi karyanya di Desa Bakas tak bisa diremehkan. Dari sawah warisan keluarga, ia menumbuhkan gagasan besar pertanian bisa bersanding dengan pariwisata. Kini, homestay yang ia rintis menjadi contoh harmoni antara alam, budaya, dan kehidupan desa.
I Wayan Kardana:
“Dari Loper Koran Menjadi Penggerak Pertanian Bali”
Dari kejauhan tampak sosok lelaki paruh baya berjalan perlahan di pematang sawah Desa Bakas, Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Bali. Langkahnya tenang, matanya teduh. Ia adalah I Wayan Kardana, sosok yang menempuh perjalanan panjang dari kerasnya kehidupan kota hingga akhirnya menemukan makna sejati di tanah kelahirannya sendiri.
Lahir dari keluarga petani sederhana, Kardana tumbuh dengan cangkul dan lumpur sawah sebagai sahabat masa kecilnya. Namun selepas menamatkan pendidikan di SPP-SPMA DATI I Bali, Singaraja, pada tahun 1984, ia justru memilih langkah yang tak biasa. Kala itu, sebagian besar rekan seangkatannya sebagai penyuluh pertanian di Timor Timur. Kardana muda menuruti panggilan hati untuk merantau ke Denpasar, menantang nasib dengan tangan kosong dan semangat besar.
Loper Koran
Di Terminal Batubulan, Gianyar, Kardana memulai hidup barunya dari bawah. Setiap pagi ia berlari di antara deretan kendaraan dan kios, membawa tumpukan koran serta majalah yang ia jual kepada penumpang dan pedagang. “Saya pikir, tak ada pekerjaan yang berjemur. Yang penting halal,” kenangnya sambil tersenyum.
Meski hari-harinya dihabiskan di jalanan, semangat belajar Kardana tak pernah surut. Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa Denpasar, menyeimbangkan antara kerasnya perjuangan hidup dan tekad menuntut ilmu. Tahun demi tahun dijalaninya dengan sabar hingga akhirnya pada tahun 1991, ia resmi menyandang gelar sarjana pertanian buah kerja keras dan keyakinan yang tak pernah padam.
Selepas kuliah, hidupnya mulai berwarna. Ia mencoba berbagai peran baru, menapaki karir sebagai sales air mineral serta produk susu dan bubur bayi ternama di masanya. Dunia pemasaran yang dinamis membuat banyak belajar tentang komunikasi, tanggung jawab, dan ketekunan. Di tengah kesibukan itu pula, ia menemukan tambatan hati. Pada tahun 1999, ia melepas masa lajang dan resmi membangun keluarga kecilnya.
Namun, kehidupan kota ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Di balik gemerlap dan hiruk-pikuknya, tersimpan beban dan tekanan yang kian berat. “Rasanya sulit bertahan di kota. Akhirnya tahun 2000 saya pulang kampung,” katanya perlahan sebuah keputusan yang kelak menjadi titik balik kehidupan.
Jadi Penyuluh
Kembali ke Desa Bakas, Kardana seolah menemukan kembali jati dirinya. Ia menekuni dunia pertanian yang sejak kecil telah mengalir dalam darahnya. Dengan penuh kesabaran, ia mulai mengelola lahan warisan keluarga seluas 1,05 hektar, menanam padi dan berbagai tanaman pangan lainnya. Dari tanah itulah semangat bertaninya tumbuh kembali, semakin kokoh dan dicabut kuat.
Jerih payahnya di ladang membawa Kardana pada perjalanan pengabdian yang lebih luas. Tahun 2009, ia dipercaya bergabung sebagai Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu (THL-TB) Penyuluh Pertanian, mendampingi para petani di Klungkung. Selama lebih dari satu dasawarsa, ia menjadi jembatan antara pengetahuan dan praktik di lapangan, hingga akhirnya pensiun pada tahun 2023.
Namun kiprah Kardana tak berhenti di sawah. Ia dikenal aktif dalam berbagai organisasi pertanian dan kelembagaan subak. Ia pernah menjabat sebagai Kelian Subak Delod Bakas (2006–2016), kemudian dipercaya sebagai Ketua KTNA Kabupaten Klungkung serta pengurus KTNA Provinsi Bali (2011–sekarang). Tak berhenti di situ, ia juga mengemban amanah sebagai Ketua Majelis Subak Kabupaten Klungkung sekaligus pengurus Majelis Subak Provinsi Bali (2009–sekarang).
Bagi Kardana, organisasi bukan sekedar jabatan, melainkan wadah untuk berbagi pengalaman, memperjuangkan nasib petani, dan menumbuhkan semangat kemandirian di tengah perubahan zaman.
Pariwisata berbasis pertanian
Di sela kesibukannya sebagai petani dan penyuluh, Kardana tak berhenti berinovasi. Ia melihat potensi besar di desanya yang berupa sawah, suasana asri, dan kehidupan warga yang masih terjaga. Dari sanalah muncul ide untuk mengembangkan pariwisata berbasis pertanian. Dengan tekad yang kuat, ia menjadi pionir homestay di Desa Bakas, menghadirkan pengalaman wisata yang berpadu indah antara alam, budaya, dan aktivitas bertani.
Baginya, pertanian bukan hanya urusan hasil panen, melainkan cara menjaga warisan leluhur dan memberi kehidupan yang layak bagi generasi berikutnya. Melalui wisata pertanian, ia ingin menunjukkan bahwa desa tak selalu identik dengan keterbelakangan justru dari desa, nilai kerja keras dan kearifan lokal tumbuh di pinggiran kota.
Kini, di usia yang semakin matang, Kardana tetap setia di tanahnya. Setiap pagi ia turun ke sawah, menyapa embun dan dedaunan padi dengan senyuman yang tenang. Dari sana ia belajar satu hal penting, bahwa hidup yang sederhana bisa menjadi sumber kebahagiaan yang paling dalam. (Trio.B)
What's Your Reaction?
Like
3
Dislike
0
Love
0
Funny
0
Angry
0
Sad
0
Wow
0