Putu Widiantara: Petani Milenial Penebar Inovasi di Tanah Bali
Putu Widiantara petani muda asal Jembrana, Bali, membuktikan bahwa bertani bukan pekerjaan kuno. Tapi, profesi cerdas, modern, dan menjanjikan. Dengan semangat milenial dan sentuhan teknologi, ia mengubah cara pandang terhadap profesi petani.
Putu Widiantara:
Petani Milenial Penebar Inovasi di Tanah Bali
Dari sawah di Jembrana, Bali, I Putu Widiantara membuktikan bahwa menjadi petani bisa modern, produktif, dan menguntungkan. Dengan semangat milenial dan sentuhan teknologi, ia mengubah cara pandang terhadap profesi petani.
.
Di tengah menurunnya minat generasi muda terhadap dunia pertanian, sosok I Putu Widiantara muncul sebagai bukti nyata bahwa profesi petani bisa menjadi jalan hidup yang modern, cerdas, dan berdaya saing. Pemuda asal Banjar Kaliakah, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, ini menjadikan pertanian bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan dan bentuk pengabdian terhadap tanah kelahiran.
Sejak kecil, Putu sudah akrab dengan dunia pertanian. Latar belakang keluarganya sebagai petani serta pendidikan di SMK Pertanian jurusan Usaha Tani Terpadu menumbuhkan tekad kuat dalam dirinya untuk melanjutkan dan memajukan usaha keluarga.
“Saya ingin menjadi petani modern seperti di negara maju. Petani itu tidak kotor, tidak tertinggal, dan bisa bersaing dengan profesi lain,” ujar Putu penuh semangat.
Pertanian Terpadu Berbasis Teknologi
Kini, Putu mengelola usaha pertanian terpadu yang menjadi contoh nyata sinergi antara tradisi dan teknologi. Di lahan subur Jembrana, ia menanam padi, cabai, kakao, dan pisang, sembari mengembangkan peternakan sapi dan babi yang menjadi penopang sistem pertaniannya. Tak hanya mengelola untuk diri sendiri, Putu juga membuka akses bagi petani sekitar dengan menyewakan alat dan mesin pertanian (alsintan), mendorong efisiensi dan kemandirian bersama.
Total lahan yang digarapnya tidak sedikit: 12 hektare sawah padi, 20 are cabai, serta 50 are kakao dan pisang. Sementara di sektor peternakan, ia membina 10 ekor sapi dan 12 ekor babi, didukung empat unit traktor dan dua unit combine harvester yang menjadi simbol modernisasi pertanian di desanya.
“Saya menerapkan sistem pertanian terintegrasi antara tanaman dan peternakan. Dari tanam hingga panen, seluruh proses sudah menggunakan alsintan. Saat ini saya juga mulai beralih ke sistem semi organik untuk menjaga kesuburan tanah,” tutur Putu dengan nada mantap.
Ketangguhan di Tengah Tantangan
Meski jalan yang ditempuh tak selalu mulus, Putu tak pernah gentar menghadapi berbagai tantangan di dunia pertanian. Cuaca yang tak menentu, serangan hama, serta keterbatasan modal menjadi ujian yang kerap datang silih berganti. Namun, alih-alih menyerah, ia memilih untuk beradaptasi dan mencari solusi. Dengan menggandeng lembaga perbankan dan menerapkan strategi pola tanam yang lebih fleksibel, Putu berhasil menjaga keberlanjutan usahanya.
“Kuncinya semangat, evaluasi, dan ketekunan. Jangan takut gagal, karena dari kegagalan kita belajar dan tumbuh,” ujarnya penuh keyakinan.
Ia juga menegaskan peran penting Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam perjalanan kariernya. Bagi Putu, para penyuluh adalah mitra yang sabar, responsif, dan selalu hadir memberi dorongan moral serta solusi teknis di saat sulit.
“Pendampingan mereka sangat berarti. Saya merasa tidak berjalan sendiri,” tambahnya.
Dampak Sosial dan Cita-cita Besar
Kerja keras dan konsistensi Putu kini berbuah manis. Dari hamparan sawah di Jembrana, ia berhasil membangun model pertanian produktif yang tak hanya menguntungkan, tetapi juga memberi dampak sosial nyata. Produktivitas padi yang tinggi dan stabilitas harga hasil panen menjadi bukti keberhasilannya dalam mengelola lahan secara efisien dan berkelanjutan.
Namun, bagi Putu, keberhasilan sejati tak semata diukur dari hasil panen. Ia bangga karena usahanya mampu menyerap tenaga kerja lokal, memberi kesempatan bagi masyarakat sekitar untuk tumbuh bersama, dan menularkan semangat inovasi kepada petani muda lainnya.
“Saya ingin pertanian menjadi sektor yang menarik bagi generasi muda. Bertani itu bisa modern, menguntungkan, dan punya masa depan,” ujarnya dengan mata berbinar.
Ke depan, Putu bertekad memperluas langkahnya. Ia tengah menyiapkan rencana membangun Rice Milling Unit (RMU) agar dapat mengelola hasil panen secara mandiri dari hulu hingga hilir. Langkah ini bukan sekadar bisnis, tetapi juga wujud visinya untuk menjadikan pertanian sebagai rantai nilai yang utuh dan berdaya saing tinggi.
Tak berhenti di situ, Putu juga bersiap memasuki era digital. Ia menyiapkan sistem pemasaran berbasis teknologi untuk memperluas jangkauan produknya ke pasar yang lebih luas, sekaligus memperkenalkan wajah baru pertanian Bali yang cerdas, efisien, dan berorientasi masa depan.
Pesan untuk Generasi Muda
Sebagai sosok muda yang tumbuh dari tanah pertanian, Putu Widiantara membawa semangat baru dalam melihat profesi petani. Ia ingin menghapus stigma bahwa bertani itu pekerjaan kuno, kotor, dan tak menjanjikan. Di tangannya, bertani menjelma menjadi profesi modern yang berpadu antara ilmu, teknologi, dan ketekunan.
“Jangan takut menjadi petani. Sekarang banyak teknologi yang membantu, dan peluangnya terbuka luas. Bertani itu menyenangkan, bisa sukses, dan layak dibanggakan,” ujarnya penuh keyakinan.
Putu percaya, regenerasi petani adalah kunci masa depan ketahanan pangan Indonesia. Ia ingin melihat lebih banyak anak muda turun ke sawah bukan karena terpaksa, tetapi karena sadar bahwa dari tanah, kehidupan tumbuh dan keberlanjutan terjaga.
Kepada pemerintah, Putu juga menitipkan harapan agar perhatian terhadap petani terus diperkuat. Program pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan harga hasil pertanian perlu dilakukan secara berkelanjutan agar para petani tetap memiliki daya juang dan kepastian dalam berusaha.
“Kami tidak minta dimanjakan, hanya ingin terus diberi ruang untuk maju. Jika petani sejahtera, bangsa pun kuat,” tutupnya penuh optimisme.
Koresponden I Dewa Nyoman Darmayasa DPD Perhiptani Jembrana
What's Your Reaction?
Like
5
Dislike
0
Love
0
Funny
0
Angry
0
Sad
0
Wow
0